JURNAL
1
Desain
Interaksi dalam Pengembangan Aplikasi E-Voting Studi Kasus: Pemilihan
Umum Raya KM-ITB
Saat
ini, peralihan kegiatan manusia dari real space ke electronic space semakin
besar. Hampir seluruh kegiatan manusia saat ini ada pengejawantahan elekroniknya,
seperti perbankan menjadi ebanking, penjualan menjadi e-commerce,
pembelajaran menjadi e-learning, dan sebagainya. Hal itu dirasa dapat
mempermudah kegiatan manusia serta menghemat waktu dan sumber daya Hal ini juga
mencerminkan peluang untuk pengembangan aplikasi pemungutan suara bersifat
menjadi e-voting. Dalam penerapan e-voting pada pembahasan ini,
harus terjamin tercapainya parameter keberhasilan pemilu dan terpenuhinya user
experience dan usability goal. Pertama-tama, dilakukan tinjauan pustaka
dengan studi literatur tentang e-voting pada umumnya dan sistem pemilu
raya KM-ITB yang ada saat ini. Selanjutnya hasil dari tinjauan pustaka akan
dianalisis prospek yang mungkin ada untuk penggabungan keduanya. Lalu
identifikasi kebutuhan interaksi dilakukan untuk memenuhi tiga parameter utama.
Hal itu kemudian akan diterapkan pada sebuah desain dan implementasi produk
interaktif. Tahap protoyping ini dilakukan dua kali, dengan diselingi
oleh sebuah pengujian dan revisi. Pada desain interaksi ini, diperlukan
keterlibatan calon user, yaitu mahasiswa ITB (pemilih yang sesuai dengan
peraturan Pemilu Raya KM ITB).
Kemudian
dilakukan evaluasi untukmenentukan ketercapaian paramaterutama. E-voting adalah
sebuah sistem pemilihan yang mengizinkan pengguna untuk merekam pilihan di
kertas suara secara elektronik E-voting menjadi sangat prospektif untuk digunakan
karena memiliki kelebihan
dibandingkan
pemilihan konvensional, sebagai berikut :
1.
Meningkatkan kecepatan dan akurasi perhitungan suara.
2.
Menghemat material yang diperlukan untuk mencetak dan mendistribusikan kertas
suara.
3.
Menawarkan kemudahan akses yang lebih baik bagi orang-orang dengan
ketidakmampuan (cacat).
4.
Menawarkan sebuah desain kertas suara yang fleksibel.
5.
Menyediakan berbagai bahasa untuk kertas suara.
6.
Membolehkan akses kepada informasi mengenai opsi pemilihan.
7.
Menghindari kesalahan yang tidak sengaja dilakukan oleh pemilih (baik over
voting atau under voting).
Dalam
e-voting, terdapat syarat minimum yang harus dipenuhi. Syarat tersebut
adalah sebagai berikut :
1.
Fungsional
a.
Akurat, aman, reliable.
b.
Mampu memberikan kemudahan dalam perhitungan.
c.
Mudah untuk digunakan.
d.
Transparan dan mudah dipahami.
e.
Menghindari over votes (memilih lebih dari satu kali) dan meminimkan under
votes (atau biasa disebut golput).
f.
Pemilih dapat mengganti suara selama masih dalam proses pengisian kartu suara.
g.
Mengakomodasi kebutuhan pemilih yang memiliki keterbatasan.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil pengujian sebagai Konsep desain
interaksi dapat diterapkan dalam proses pengembangan aplikasi e-voting, dengan
memperhatikan faktor-faktor berupa usability sistem dan user experience.
Kemudian konsep desain interaksi dapat membantu pemenuhan kriteria keberhasilan
pemilu raya KM-ITB, yaitu dengan meningkatkan partisipasi massa kampus,
meningkatkan kedekatan antara massa kampus dan calon, mempermudah pelaporan pelanggaran
dan klarifikasinya, dan menciptakan pemilu raya KM-ITB yang luber dan jurdil.
Megariza.
(2012). Desain interaksi dalam
pengembangan aplikasi E-Voting studi kasus: pemilihan umum raya KM-ITB. Jurnal Sarjana Institut Teknologi Bandung
Bidang Teknik Elektro dan Informatika.
JURNAL
2
Penerapan Learning Content
Management System Pada Proses Pembelajaran Menggunakan Metodologi Prototyping
Penelitian
ini berupaya menghasilkan sebuah sistem yang memiliki sebuah tujuan besar yaitu
mengembangkan sebuah rancangan sistem yang dapat mendukung pencarian riset,
publikasi hasil riset yang menghasilkan knowledge sharing. Dalam pengembangannya,
sistem ini memanfaatkan peranan LCMS sebagai salah satu kakas pendukung sistem
pembelajaran serta menggunakan metodologi prototyping dalam membantu
proses penerapan LCMS.
Penelitian
ini dimulai dengan studi literatur mengenai konsep belajar, manajemen konten,
metodologi prototyping, jenis requirement, dan konsep desain
interaksi. Selanjutnya
dilakukan
pengembangan sistem dengan tahap analisis, perancangan, implementasi, dan
evaluasi sistem dalam dua versi.
Studi literatur
Studi
literatur terdiri dari konsep belajar, manajemen konten, metodologi prototyping,
jenis requirement, dan konsep desain interaksi.
A.
Belajar
Belajar
adalah proses dari tidak tahu mejadi tahu, namun esensi sebenarnya adalah
adanya perubahan tingkah laku pada diri pembelajar. Proses dalam belajarlah
yang berperan
penting
dalam pembentukan tingkah laku tersebut. Dalam belajar dimiliki tujuan yang
ingin dicapai (achievement) yang dipengaruhi oleh tingkat
kedalaman/kepahaman belajar.
Selain
itu pengetahuan yang didapat dari hasil belajar harus disebarkan (share)
agar dapat dimanfaatkan oleh banyak orang.
1)
Learning Achievement menunjukkan tahap pencapaian pada proses belajar.
Benjamin Bloom mendefinisikan adanya taksonomi belajar yang terdri dari 6 tahap
learning
achievement,
yaitu: knowledge, comprehension, application, analysis,
synthesis, dan evaluation.
2)
Knowledge Sharing adalah bagaimana pengetahuan dalam bentuk apapun dapat
disebarluaskan kepada orang lain. Maier mendefinisikan knowledge sharing sebagai
proses
dari
satu orang (source) yang memutuskan untuk membagi pengetahuan, mengingat
sepotong dari pengetahuan, menjelaskan onteks dari informasi pada sebuah media,
secara aktif maupun pasif menyampaikannya ke orang lain (recipient) yang
menerjemahkan informasi ke konteks yang diberikan agar pengetahuan
direkonstruksikan dan diintegrasi dengan basis pengetahuan orang tersebut.
B.
Manajemen Konten
Manajemen
Konten adalah sebuah disiplin yangmelibatkan kumpulan, pengelolaan, dan
publikasi konten dengan peraturan, metode, alur kerja yang terdokumentasi, dan
kakas teknik yang sudah didefinisikan denan jelas untuk sistem publikasi yang
efektif.
1)
LCMS (Learning Content Management System)
merupakan
sebuah kakas pengelolaan konten khusus untuk sistem pembelajaran. LCMS memiliki
6 fitur, yaitu learning content creation, publishing, content
management function, presentation, communication and
collaboration, dan standard compliant.
2)
Siklus Hidup Konten ada tujuh, yaitu organization, creation, storage,
workflow, versioning, publishing, danarchives.
C.
Metodologi Prototyping
Prototyping
adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk membuat bentuk yang lebih representatif
dari rancangan yang sudah dibuat. Hal ini dilakukan agar pengembang sistem
dapat melihat bagaimana sistem akan bekerja nantinya. Bischofberger
mendefinisikan adanya tahap-tahap dalam prototyping, yaitu: requirement
analysis, requirement definition, design, implementation,
evaluation of current system, diulang lagi ke tahap requirement
definition, dan jika requirement sudah dirasa final maka masuk ke
tahap operation dan maintenance.
Simpulan
dari penelitian ini adalah penelitian menghasilkan sistem yang dapat membantu
pencarian hasil riset dan publikasi konten, baik itu berdasar hasil pengujian
maupun fungsionalitas lain dari sistem itu sendiri. kemudian LCMS dapat
memberikan suatu nilai tambah bagi sistem yang dihasilkan karena baik siklus
maupun fungsi LCMS menyediakan rancangan dasar dari sistem yang ditujukan untuk
pembelajaran. Metodologi prototyping memberikan nilai tambah bagi
pembangunan sistem karena kita dapat melihat adanya perbaikan-perbaikan yang
berkesinambungan serta mendapat masukan langsung dari pengujian sistem dari
sudut pandang partisipan pengujian yang nantinya akan jadi pengguna dari sistem
ini. Knowledge sharing sudah tercapai pada sistem ini, walaupun masih
dalam lingkup yang kecil, tetapi sebenarnya memiliki potensi yang lebih besar.
Wiradinta,
G. (2012). Penerapan learning content management system pada proses
pembelajaran menggunakan metodologi prototyping. Jurnal Sarjana Institut Teknologi Bandung
Bidang Teknik Elektro dan Informatika.
JURNAL 3
Perancangan
Sistem Informasi Pada Jalur Pendidikan Informal Dengan Menggunakan Information
Evolution Model
Pendidikan pada jalur formal bukan satu-satunya jawaban untuk
membangun karakter dan kecerdasan yang baik bagi masyarakat. Pola pendidikan
informal dapat menjadi alternatif pendidikan yang dibutuhkan oleh masyarakat,
mengingat keberlangsungan pendidikan formal di Indonesia belum dapat dilaksanakan
100% untuk masyarakat. Pendidikan formal hanya berlangsung disekolah dan
dilakukan dengan interaksi massal, bukan melalui pendekatan individu. Sedangkan
pendidikan informal memungkinkan terjadi interaksi antarindividu yang dapat
dilakukan kapanpun, oleh siapapun, dan melalui media apapun. Peran media
komunikasi digital sangat diperlukan untuk membangun bangsa melalui informasi
yang terarah dan inspiratif. Pendidikan informal dengan memanfaatkan media
digital dapat mempercepat penyebaran informasi yang bermanfaat bagi individu
maupun komunitas. Untuk dapat menerapkan sistem informasi yang mengembangkan
pendidikan informal, terlebih dahulu dilakukan penelitian yang melibatkan
masyarakat suatu komunitas agar dapat diukur dan dijadikan sebagai model penelitian.
Komunitas belajar yang menjadi
studi kasus penelitian adalah komunitas belajar TABOO. Dalam komunitas belajar
TABOO, peran pelaksanaan pendidikan informal dilakukan oleh Pengurus Kegiatan
Belajar Mengajar (PKBM). Pelaksanaan pendidikan dilakukan dengan menjalankan
program-program kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian
masyarakat dan menyebabkan pengembangan karakter individu. Komunitas belajar
TABOO merupakan organisasi terbuka yang dipimpin oleh dewan pembina,
pembimbing, dan ketua PKBM sebagai pengambil keputusan dalam organisasi.Ketiga
posisi tersebut disebut juga sebagai tataran direksi. Namun, setiap program
yang berjalan diurus oleh koordinator divisi program, sehingga tataran direksi
tidak berkomunikasi langsung dengan masyarakat dan peserta komunitas belajar.
Pengelolaan informasi dalam organisasi diukur berdasarkan model Information
Evolution terbagi dalam empat dimensi, yaitu dimensi infrastruktur, dimensi
knowledge process, dimensi sumber daya manusia, dan dimensi budaya. Tingkat
pengelolaan informasi komunitas belajar ditentukan dari keempat dimensi yang
menyusun kematangan pengelolaan informasi organsiasi. Pengelolaan informasi
dalam keempat dimensi tersebut saling berhubungan dan membentuk penilaian
terhadap tingkat kematangan organisasi. Penilaian persepsi terhadap pandangan
masyarakat ini dilakukan dengan analisis deskriptif berdasar pada pengolahan
data yang dilakukan. Seluruh responden yang ditanyai secara acak dalam
penelitian ini menyatakan bahwa komunitas belajar TABOO memberikan manfaat bagi
dirinya ataupun kepada masyarakat sekitar. Sebesar 92% responden mempercayai
kegiatan belajar mengajar yang berjalan, hal ini menunjukkan komunitas belajar
dapat diterima oleh masyarakat sebagai salah satu sarana pendidikan komunitas.
Jumlah tersebut juga menunjukkan bahwa masyarakat bergantung pada pembelajaran
yang diberikan oleh komunitas belajar. Peluang mengembangkan komunitas belajar
dapat didukung dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Dari
pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Perancangan sistem informasi SIPPI
berhasil memberikan rekomendasi sistem informasi pembelajaran informal dengan
hasil yang baik, melalui langkah perancangan yang runut dan komprehensif.
2. Berhasil mengetahui kondisi pengelolaan
informasi dan mampu mengembangkan tingkat kematangan pengelolaan informasi
dalam komunitas belajar informal.
3. Berhasil mengukur dampak komunitas belajar terhadap manfaat
bersih yang dirasakan masyarakat. Penjabaran tentang manfaat bersih yang dirasakan
masyarakat dapat dilihat pada butir-butir berikut:
a. Manfaat bersih yang dirasakan
langsung oleh masyarakat sangat besar, pengujian dilakukan dengan metode
analisis deskriptif.
b. Manfaat bersih yang dihitung melalui pengolahan data D&M
menunjukkan keterhubungan yang kecil antara komunitas belajar terhadap
masyarakat.
4. Berhasil merancang sistem informasi pendukung proses pendidikan
komunitas belajar informal. Sistem tersebut terdiri dari empat butir bahasan,
yaitu desain arsitektur alur sistem, desain penyimpanan data, desain interaksi
sistem, serta spesifikasi dan kebutuhan sistem.
Prawidar. D. (2012). Perancangan sistem informasi pada jalur
pendidikan informal dengan menggunakan information evolution model Studi
kasus: Komunitas Belajar TABOO. Jurnal
Sarjana Institut Teknologi Bandung bidang Teknik Elektro dan Informatika
JURNAL
4
Pembangunan
Prototype Antarmuka Music Player dengan Fokus pada Faktor Emotionalexperience
Sebuah
alat dikatakan baik jika alat tersebut dapat menghasilkan sebuah experience
dalam penggunaanya. Pada alat music player, experience didapatkan
dari musik yang dijalankannya. Untuk mendapatkan sebuah antarmuka music
player yang dapat memaksimalkan experience yang dihasilkannya, perlu
dilakukan analisis pengguna terkait tujuan penggunaan alat, mental model
pengguna, serta kebiasaan pengguna terkait music player maupun diluar music
player. Untuk memastikan experience dapat diterima secara maksimal,
antarmuka harus bersifat efektif dan efisien. Untuk meningkatkan efektivitas
serta efisiensi antarmuka, dapat digunakan analisis terkait task pada
antarmuka. Music player merupakan perangkat keras atau
perangkat
lunak yang berguna untuk memainkan file audio dalam format MP3 ataupun lainnya.
Terkait music player sendiri, sampai saat ini tidak ditemukan antarmuka music
player yang membantu pengguna untuk mendapatkan experience yang
dibutuhkannya. Selain itu, task yang terdapat pada antarmuka kurang
memperhatikan aspek efektivitas dan efisiensi. Menjawab permasalahan tersebut,
maka perlu dibangun sebuah antarmuka dari music player yang
memenuhi syarat sebagai berikut:
1.
Antarmuka music player harus dapat membantu pengguna mendapatkan experience
dari musik yang didengarnya.
2.
Interaksi pada task music player harus bersifat efektif dan efisien,
tanpa ada informasi yang disembunyikan.
Dalam
pembangunannya akan melalui dua proses, proses analisis dan proses perancangan.
Proses analisis akan mengikuti framework dari usability engineering
lifecycle yang telah dilakukan penyesuaian.kemudian dilakukan perancangan
dan klasifikasi musik tertentu, kemudian pembangunan prototype digital
Pengujian dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama pengujian menggunakan paper
prototyping untuk mengukur tingkat efektivitas dari interakasi pada task
yang dirancang. Sedangkan pada tahap kedua akan menggunakan prototype digital
untuk mengukur tingkat efisiensi dari antarmuka beserta repon emosional dari
pengguna. Untuk respon emosional, didapatkan bahwa responden antusias dalam
menggunakan antarmuka, terutama pada task melihat story dari playlist.
Tidak jarang pengguna merasa ingin tahu dan meminta untuk mendengarkan musik
yang terdapat pada playlist. Hal ini memperlihatkan bahwa fitur
klasifikasi berdasarkan emosi dan fitur story mampu menggugah pengguna
untuk mencoba experience yang dirasakan orang lain.
Kesimpulan
dari penelitian ini adalah antarmuka music player yang mampu
membantupengguna mendapatkan suatu experience. Hal tersebut dilakukan
dengan penambahan fitur klasifikasiemosi, story, dan berbagi experience.
Berhasil merancang antarmuka music player yang efektif dan efisien
dengan penggunaan bifocal display dan law of proximity dan
law of similiarity. Mendapatkan suatu bentuk cara optimalisasi
komunikasi dengan pihak programmer dengan penggunaan task tree, skenario,
dan storyboard.
Winanda.
R. (2012). Pembangunan prototype
antarmuka music player dengan fokus pada faktor emotionalexperience. Jurnal
Sarjana Institut Teknologi Bandung bidang Teknik Elektro dan Informatika.
JURNAL 5
Merancang Sistem Evaluasi Layanan Kelas
Virtual Kapasitas Jaringan Terbatas Menggunakan
Metodologi SERVQUAL
Kelas Virtual adalah layanan yang mendukung proses pembelajaran digital
yang memungkinkan proses belajar mengajar di kelas dapat dibagi ke dalam kelas
hampir beberapa di beberapa lokasi yang berbeda. Manfaat dari layanan kelas
virtual memecahkan masalah kurangnya guru di daerah pedesaan. Dengan
menggunakan layanan ini, seorang guru dapat mengajar siswa di kelas yang
berbeda (lokasi) meskipun guru tidak dapat melihat siswa secara langsung.
Layanan ini didukung oleh adanya teknologi komputasi dan internet.
Pelaksanaan kelas virtual dalam kemampuan jaringan yang terbatas menghadapi banyak masalah. Masalah utama adalah masalah teknis seperti kapasitas jaringan terbatas. Makalah ini sedang dilakukan untuk merancang sistem evaluasi untuk kelas virtual. Sistem evaluasi dilakukan untuk mengevaluasi layanan kelas virtual dari perspektif pengguna. Sistem penilaian ini perlu dibangun agar sesuai atas sistem teknis untuk layanan kelas virtual yang telah dibuat seperti sistem pemantauan, audio-video alat uji dan sistem manajemen bandwidth. Sistem evaluasi akan dirancang dengan menggunakan metodologi SERVQUAL dan hasil dari sistem ini dapat digunakan untuk meningkatkan layanan kelas virtual dari dimensi mana sistem akan dievaluasi.
Pelaksanaan kelas virtual dalam kemampuan jaringan yang terbatas menghadapi banyak masalah. Masalah utama adalah masalah teknis seperti kapasitas jaringan terbatas. Makalah ini sedang dilakukan untuk merancang sistem evaluasi untuk kelas virtual. Sistem evaluasi dilakukan untuk mengevaluasi layanan kelas virtual dari perspektif pengguna. Sistem penilaian ini perlu dibangun agar sesuai atas sistem teknis untuk layanan kelas virtual yang telah dibuat seperti sistem pemantauan, audio-video alat uji dan sistem manajemen bandwidth. Sistem evaluasi akan dirancang dengan menggunakan metodologi SERVQUAL dan hasil dari sistem ini dapat digunakan untuk meningkatkan layanan kelas virtual dari dimensi mana sistem akan dievaluasi.
SERVQUAL
merupakan skala multi-item
ringkas dengan reliabilitas dan validitas yang baik yang dapat digunakan untuk lebih memahami
harapan layanan dan
persepsi konsumen dan, sebagai
akibatnya, meningkatkan layanan. Instrumen
yang telah dirancang untuk dapat
diterapkan di seluruh spektrum
yang luas dari layanan.
Jelas,
dari perspektif Nilai Terbaik pengukuran kualitas
pelayanan di sektor jasa harus mempertimbangkan harapan pelanggan
rekening pelayanan serta persepsi pelayanan. Namun,
jelas bahwa ada konsensus sedikit pendapat dan perselisihan
banyak tentang bagaimana mengukur
kualitas pelayanan. Salah satu kualitas
layanan pengukuran model yang
telah banyak digunakan adalah SERVQUAL tersebut. SERVQUAL
sebagai pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengukur kualitas layanan telah membandingkan
harapan pelanggan sebelum pertemuan layanan dan persepsi mereka terhadap layanan yang sebenarnya
disampaikan. Instrumen SERVQUAL telah menjadi metode utama yang digunakan untuk mengukur persepsi konsumen terhadap kualitas layanan. Ia memiliki lima dimensi
generik atau faktor dan dinyatakan sebagai berikut :
· Tangibles: fasilitas fisik, peralatan dan penampilan personil.
· Keandalan: Kemampuan untuk melakukan layanan yang dijanjikan dependably dan akurat.
· Responsif: Kesediaan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan yang cepat.
· Jaminan: (termasuk kompetensi, kredibilitas kesopanan, dan keamanan). Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menginspirasi kepercayaan dan keyakinan.
· Empati: (termasuk akses, komunikasi, memahami pelanggan). Peduli dan perhatian individual bahwa perusahaan menyediakan kepada pelanggan
· Tangibles: fasilitas fisik, peralatan dan penampilan personil.
· Keandalan: Kemampuan untuk melakukan layanan yang dijanjikan dependably dan akurat.
· Responsif: Kesediaan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan yang cepat.
· Jaminan: (termasuk kompetensi, kredibilitas kesopanan, dan keamanan). Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menginspirasi kepercayaan dan keyakinan.
· Empati: (termasuk akses, komunikasi, memahami pelanggan). Peduli dan perhatian individual bahwa perusahaan menyediakan kepada pelanggan
Layanan
kelas virtual terdiri
dari dua layanan, streaming multimedia
dan telepon internet.
Streaming multimedia adalah suara dan transmisi gambar melalui internet (audio-video
streaming). Layanan ini dapat
menggunakan Video Lan Client (VLC). VLC
adalah sebuah perangkat lunak open
source yang berfungsi penuh
untuk streaming multimedia dan pemutar multimedia. VLC adalah pemutar
multimedia portabel, encoder,
dan streamer mendukung
berbagai jenis codec, format file dan berbagai
protokol streaming. Sementara itu, internet telephony atau
Voice over Internet (VoIP) teknologi Protokol adalah
alternatif ke telepon konvensional
(PSTN). Layanan telepon Internet menyediakan komunikasi suara melalui switching jaringan internet berbasis paket. Internet telephony trafik suara
lewat dalam bentuk paket melalui jaringan IP (Internet Protocol). Melalui diskusi ini layanan dapat interaktif.
Proses yang terjadi di kelas virtual adalah tidak langsung (tidak langsung
interaktif). Ada yang menjadi dua bagian ini kelas virtual, pengirim bagian dan
bagian penerima. Bagian pengirim di mana guru mengajar dan direkam. File yang
direkam sedang dikirim melalui jaringan langsung ke bagian penerima. Bagian
penerima dimana siswa akan melihat guru dari televisi.
Sistem evaluasi untuk layanan kelas virtual diperlukan untuk memahami apa
pandangan pengguna layanan ini apakah mereka puas atau tidak. Kepuasan pengguna
adalah hal yang paling penting yang harus diperoleh untuk keberlanjutan dari
satu layanan. Sistem ini dapat diimplementasikan di daerah pedesaan untuk
mengetahui apa yang pengguna melihat untuk layanan kelas virtual yang telah
diimplementasikan dan dioperasikan sebelumnya.
Darryl.
(2012). Designing evaluation system for virtual class service in limited network
capacity using SERVQUAL Methodology. Jurnal
Sarjana Institut Teknologi Bandung bidang Teknik Elektro dan Informatika..