Minggu, 25 November 2012

Final Softskill SIP



JURNAL 1
Desain Interaksi dalam Pengembangan Aplikasi E-Voting Studi Kasus: Pemilihan Umum Raya KM-ITB

Saat ini, peralihan kegiatan manusia dari real space ke electronic space semakin besar. Hampir seluruh kegiatan manusia saat ini ada pengejawantahan elekroniknya, seperti perbankan menjadi ebanking, penjualan menjadi e-commerce, pembelajaran menjadi e-learning, dan sebagainya. Hal itu dirasa dapat mempermudah kegiatan manusia serta menghemat waktu dan sumber daya Hal ini juga mencerminkan peluang untuk pengembangan aplikasi pemungutan suara bersifat menjadi e-voting. Dalam penerapan e-voting pada pembahasan ini, harus terjamin tercapainya parameter keberhasilan pemilu dan terpenuhinya user experience dan usability goal. Pertama-tama, dilakukan tinjauan pustaka dengan studi literatur tentang e-voting pada umumnya dan sistem pemilu raya KM-ITB yang ada saat ini. Selanjutnya hasil dari tinjauan pustaka akan dianalisis prospek yang mungkin ada untuk penggabungan keduanya. Lalu identifikasi kebutuhan interaksi dilakukan untuk memenuhi tiga parameter utama. Hal itu kemudian akan diterapkan pada sebuah desain dan implementasi produk interaktif. Tahap protoyping ini dilakukan dua kali, dengan diselingi oleh sebuah pengujian dan revisi. Pada desain interaksi ini, diperlukan keterlibatan calon user, yaitu mahasiswa ITB (pemilih yang sesuai dengan peraturan Pemilu Raya KM ITB).
Kemudian dilakukan evaluasi untukmenentukan ketercapaian paramaterutama. E-voting adalah sebuah sistem pemilihan yang mengizinkan pengguna untuk merekam pilihan di kertas suara secara elektronik E-voting menjadi sangat prospektif untuk digunakan karena memiliki kelebihan
dibandingkan pemilihan konvensional, sebagai berikut :
1. Meningkatkan kecepatan dan akurasi perhitungan suara.
2. Menghemat material yang diperlukan untuk mencetak dan mendistribusikan kertas suara.
3. Menawarkan kemudahan akses yang lebih baik bagi orang-orang dengan ketidakmampuan (cacat).
4. Menawarkan sebuah desain kertas suara yang fleksibel.
5. Menyediakan berbagai bahasa untuk kertas suara.
6. Membolehkan akses kepada informasi mengenai opsi pemilihan.
7. Menghindari kesalahan yang tidak sengaja dilakukan oleh pemilih (baik over voting atau under voting).
Dalam e-voting, terdapat syarat minimum yang harus dipenuhi. Syarat tersebut adalah sebagai berikut :
1. Fungsional
a. Akurat, aman, reliable.
b. Mampu memberikan kemudahan dalam perhitungan.
c. Mudah untuk digunakan.
d. Transparan dan mudah dipahami.
e. Menghindari over votes (memilih lebih dari satu kali) dan meminimkan under votes (atau biasa disebut golput).
f. Pemilih dapat mengganti suara selama masih dalam proses pengisian kartu suara.
g. Mengakomodasi kebutuhan pemilih yang memiliki keterbatasan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil pengujian sebagai Konsep desain interaksi dapat diterapkan dalam proses pengembangan aplikasi e-voting, dengan memperhatikan faktor-faktor berupa usability sistem dan user experience. Kemudian konsep desain interaksi dapat membantu pemenuhan kriteria keberhasilan pemilu raya KM-ITB, yaitu dengan meningkatkan partisipasi massa kampus, meningkatkan kedekatan antara massa kampus dan calon, mempermudah pelaporan pelanggaran dan klarifikasinya, dan menciptakan pemilu raya KM-ITB yang luber dan jurdil.

Megariza. (2012). Desain interaksi dalam pengembangan aplikasi E-Voting studi kasus: pemilihan umum raya KM-ITB. Jurnal Sarjana Institut Teknologi Bandung Bidang Teknik Elektro dan Informatika.

JURNAL 2
Penerapan Learning Content Management System Pada Proses Pembelajaran Menggunakan Metodologi Prototyping

Penelitian ini berupaya menghasilkan sebuah sistem yang memiliki sebuah tujuan besar yaitu mengembangkan sebuah rancangan sistem yang dapat mendukung pencarian riset, publikasi hasil riset yang menghasilkan knowledge sharing. Dalam pengembangannya, sistem ini memanfaatkan peranan LCMS sebagai salah satu kakas pendukung sistem pembelajaran serta menggunakan metodologi prototyping dalam membantu proses penerapan LCMS.
Penelitian ini dimulai dengan studi literatur mengenai konsep belajar, manajemen konten, metodologi prototyping, jenis requirement, dan konsep desain interaksi. Selanjutnya
dilakukan pengembangan sistem dengan tahap analisis, perancangan, implementasi, dan evaluasi sistem dalam dua versi.

Studi literatur
Studi literatur terdiri dari konsep belajar, manajemen konten, metodologi prototyping, jenis requirement, dan konsep desain interaksi.
A. Belajar
Belajar adalah proses dari tidak tahu mejadi tahu, namun esensi sebenarnya adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri pembelajar. Proses dalam belajarlah yang berperan
penting dalam pembentukan tingkah laku tersebut. Dalam belajar dimiliki tujuan yang ingin dicapai (achievement) yang dipengaruhi oleh tingkat kedalaman/kepahaman belajar.
Selain itu pengetahuan yang didapat dari hasil belajar harus disebarkan (share) agar dapat dimanfaatkan oleh banyak orang.
1) Learning Achievement menunjukkan tahap pencapaian pada proses belajar. Benjamin Bloom mendefinisikan adanya taksonomi belajar yang terdri dari 6 tahap learning
achievement, yaitu: knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis, dan evaluation.
2) Knowledge Sharing adalah bagaimana pengetahuan dalam bentuk apapun dapat disebarluaskan kepada orang lain. Maier mendefinisikan knowledge sharing sebagai proses
dari satu orang (source) yang memutuskan untuk membagi pengetahuan, mengingat sepotong dari pengetahuan, menjelaskan onteks dari informasi pada sebuah media, secara aktif maupun pasif menyampaikannya ke orang lain (recipient) yang menerjemahkan informasi ke konteks yang diberikan agar pengetahuan direkonstruksikan dan diintegrasi dengan basis pengetahuan orang tersebut.
B. Manajemen Konten
Manajemen Konten adalah sebuah disiplin yangmelibatkan kumpulan, pengelolaan, dan publikasi konten dengan peraturan, metode, alur kerja yang terdokumentasi, dan kakas teknik yang sudah didefinisikan denan jelas untuk sistem publikasi yang efektif.
1) LCMS (Learning Content Management System)
merupakan sebuah kakas pengelolaan konten khusus untuk sistem pembelajaran. LCMS memiliki 6 fitur, yaitu learning content creation, publishing, content management function, presentation, communication and collaboration, dan standard compliant.
2) Siklus Hidup Konten ada tujuh, yaitu organization, creation, storage, workflow, versioning, publishing, danarchives.
C. Metodologi Prototyping
Prototyping adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk membuat bentuk yang lebih representatif dari rancangan yang sudah dibuat. Hal ini dilakukan agar pengembang sistem dapat melihat bagaimana sistem akan bekerja nantinya. Bischofberger mendefinisikan adanya tahap-tahap dalam prototyping, yaitu: requirement analysis, requirement definition, design, implementation, evaluation of current system, diulang lagi ke tahap requirement definition, dan jika requirement sudah dirasa final maka masuk ke tahap operation dan maintenance.

Simpulan dari penelitian ini adalah penelitian menghasilkan sistem yang dapat membantu pencarian hasil riset dan publikasi konten, baik itu berdasar hasil pengujian maupun fungsionalitas lain dari sistem itu sendiri. kemudian LCMS dapat memberikan suatu nilai tambah bagi sistem yang dihasilkan karena baik siklus maupun fungsi LCMS menyediakan rancangan dasar dari sistem yang ditujukan untuk pembelajaran. Metodologi prototyping memberikan nilai tambah bagi pembangunan sistem karena kita dapat melihat adanya perbaikan-perbaikan yang berkesinambungan serta mendapat masukan langsung dari pengujian sistem dari sudut pandang partisipan pengujian yang nantinya akan jadi pengguna dari sistem ini. Knowledge sharing sudah tercapai pada sistem ini, walaupun masih dalam lingkup yang kecil, tetapi sebenarnya memiliki potensi yang lebih besar.

Wiradinta, G. (2012). Penerapan learning content management system pada proses pembelajaran menggunakan metodologi prototyping. Jurnal Sarjana Institut Teknologi Bandung Bidang Teknik Elektro dan Informatika.


JURNAL 3

Perancangan Sistem Informasi Pada Jalur Pendidikan Informal Dengan Menggunakan Information Evolution Model

Pendidikan pada jalur formal bukan satu-satunya jawaban untuk membangun karakter dan kecerdasan yang baik bagi masyarakat. Pola pendidikan informal dapat menjadi alternatif pendidikan yang dibutuhkan oleh masyarakat, mengingat keberlangsungan pendidikan formal di Indonesia belum dapat dilaksanakan 100% untuk masyarakat. Pendidikan formal hanya berlangsung disekolah dan dilakukan dengan interaksi massal, bukan melalui pendekatan individu. Sedangkan pendidikan informal memungkinkan terjadi interaksi antarindividu yang dapat dilakukan kapanpun, oleh siapapun, dan melalui media apapun. Peran media komunikasi digital sangat diperlukan untuk membangun bangsa melalui informasi yang terarah dan inspiratif. Pendidikan informal dengan memanfaatkan media digital dapat mempercepat penyebaran informasi yang bermanfaat bagi individu maupun komunitas. Untuk dapat menerapkan sistem informasi yang mengembangkan pendidikan informal, terlebih dahulu dilakukan penelitian yang melibatkan masyarakat suatu komunitas agar dapat diukur dan dijadikan sebagai model penelitian.

Komunitas belajar yang menjadi studi kasus penelitian adalah komunitas belajar TABOO. Dalam komunitas belajar TABOO, peran pelaksanaan pendidikan informal dilakukan oleh Pengurus Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM). Pelaksanaan pendidikan dilakukan dengan menjalankan program-program kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dan menyebabkan pengembangan karakter individu. Komunitas belajar TABOO merupakan organisasi terbuka yang dipimpin oleh dewan pembina, pembimbing, dan ketua PKBM sebagai pengambil keputusan dalam organisasi.Ketiga posisi tersebut disebut juga sebagai tataran direksi. Namun, setiap program yang berjalan diurus oleh koordinator divisi program, sehingga tataran direksi tidak berkomunikasi langsung dengan masyarakat dan peserta komunitas belajar. Pengelolaan informasi dalam organisasi diukur berdasarkan model Information Evolution terbagi dalam empat dimensi, yaitu dimensi infrastruktur, dimensi knowledge process, dimensi sumber daya manusia, dan dimensi budaya. Tingkat pengelolaan informasi komunitas belajar ditentukan dari keempat dimensi yang menyusun kematangan pengelolaan informasi organsiasi. Pengelolaan informasi dalam keempat dimensi tersebut saling berhubungan dan membentuk penilaian terhadap tingkat kematangan organisasi. Penilaian persepsi terhadap pandangan masyarakat ini dilakukan dengan analisis deskriptif berdasar pada pengolahan data yang dilakukan. Seluruh responden yang ditanyai secara acak dalam penelitian ini menyatakan bahwa komunitas belajar TABOO memberikan manfaat bagi dirinya ataupun kepada masyarakat sekitar. Sebesar 92% responden mempercayai kegiatan belajar mengajar yang berjalan, hal ini menunjukkan komunitas belajar dapat diterima oleh masyarakat sebagai salah satu sarana pendidikan komunitas. Jumlah tersebut juga menunjukkan bahwa masyarakat bergantung pada pembelajaran yang diberikan oleh komunitas belajar. Peluang mengembangkan komunitas belajar dapat didukung dengan memanfaatkan teknologi informasi.
            Dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Perancangan sistem informasi SIPPI berhasil memberikan rekomendasi sistem informasi pembelajaran informal dengan hasil yang baik, melalui langkah perancangan yang runut dan komprehensif.
2. Berhasil mengetahui kondisi pengelolaan informasi dan mampu mengembangkan tingkat kematangan pengelolaan informasi dalam komunitas belajar informal.
3. Berhasil mengukur dampak komunitas belajar terhadap manfaat bersih yang dirasakan masyarakat. Penjabaran tentang manfaat bersih yang dirasakan masyarakat dapat dilihat pada butir-butir berikut:
a. Manfaat bersih yang dirasakan langsung oleh masyarakat sangat besar, pengujian dilakukan dengan metode analisis deskriptif.
b. Manfaat bersih yang dihitung melalui pengolahan data D&M menunjukkan keterhubungan yang kecil antara komunitas belajar terhadap masyarakat.
4. Berhasil merancang sistem informasi pendukung proses pendidikan komunitas belajar informal. Sistem tersebut terdiri dari empat butir bahasan, yaitu desain arsitektur alur sistem, desain penyimpanan data, desain interaksi sistem, serta spesifikasi dan kebutuhan sistem.

Prawidar. D. (2012). Perancangan sistem informasi pada jalur pendidikan informal dengan menggunakan information evolution model Studi kasus: Komunitas Belajar TABOO. Jurnal Sarjana Institut Teknologi Bandung bidang Teknik Elektro dan Informatika

JURNAL 4
Pembangunan Prototype Antarmuka Music Player dengan Fokus pada Faktor Emotionalexperience

Sebuah alat dikatakan baik jika alat tersebut dapat menghasilkan sebuah experience dalam penggunaanya. Pada alat music player, experience didapatkan dari musik yang dijalankannya. Untuk mendapatkan sebuah antarmuka music player yang dapat memaksimalkan experience yang dihasilkannya, perlu dilakukan analisis pengguna terkait tujuan penggunaan alat, mental model pengguna, serta kebiasaan pengguna terkait music player maupun diluar music player. Untuk memastikan experience dapat diterima secara maksimal, antarmuka harus bersifat efektif dan efisien. Untuk meningkatkan efektivitas serta efisiensi antarmuka, dapat digunakan analisis terkait task pada antarmuka. Music player merupakan perangkat keras atau
perangkat lunak yang berguna untuk memainkan file audio dalam format MP3 ataupun lainnya. Terkait music player sendiri, sampai saat ini tidak ditemukan antarmuka music player yang membantu pengguna untuk mendapatkan experience yang dibutuhkannya. Selain itu, task yang terdapat pada antarmuka kurang memperhatikan aspek efektivitas dan efisiensi. Menjawab permasalahan tersebut, maka perlu dibangun sebuah antarmuka dari music player yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Antarmuka music player harus dapat membantu pengguna mendapatkan experience dari musik yang didengarnya.
2. Interaksi pada task music player harus bersifat efektif dan efisien, tanpa ada informasi yang disembunyikan.
Dalam pembangunannya akan melalui dua proses, proses analisis dan proses perancangan. Proses analisis akan mengikuti framework dari usability engineering lifecycle yang telah dilakukan penyesuaian.kemudian dilakukan perancangan dan klasifikasi musik tertentu, kemudian pembangunan prototype digital Pengujian dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama pengujian menggunakan paper prototyping untuk mengukur tingkat efektivitas dari interakasi pada task yang dirancang. Sedangkan pada tahap kedua akan menggunakan prototype digital untuk mengukur tingkat efisiensi dari antarmuka beserta repon emosional dari pengguna. Untuk respon emosional, didapatkan bahwa responden antusias dalam menggunakan antarmuka, terutama pada task melihat story dari playlist. Tidak jarang pengguna merasa ingin tahu dan meminta untuk mendengarkan musik yang terdapat pada playlist. Hal ini memperlihatkan bahwa fitur klasifikasi berdasarkan emosi dan fitur story mampu menggugah pengguna untuk mencoba experience yang dirasakan orang lain.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah antarmuka music player yang mampu membantupengguna mendapatkan suatu experience. Hal tersebut dilakukan dengan penambahan fitur klasifikasiemosi, story, dan berbagi experience. Berhasil merancang antarmuka music player yang efektif dan efisien dengan penggunaan bifocal display dan law of proximity dan law of similiarity. Mendapatkan suatu bentuk cara optimalisasi komunikasi dengan pihak programmer dengan penggunaan task tree, skenario, dan storyboard.

Winanda. R. (2012). Pembangunan prototype antarmuka music player dengan fokus pada faktor emotionalexperience. Jurnal Sarjana Institut Teknologi Bandung bidang Teknik Elektro dan Informatika.


JURNAL 5
Merancang Sistem Evaluasi Layanan Kelas Virtual Kapasitas Jaringan Terbatas Menggunakan Metodologi SERVQUAL

Kelas Virtual adalah layanan yang mendukung proses pembelajaran digital yang memungkinkan proses belajar mengajar di kelas dapat dibagi ke dalam kelas hampir beberapa di beberapa lokasi yang berbeda. Manfaat dari layanan kelas virtual memecahkan masalah kurangnya guru di daerah pedesaan. Dengan menggunakan layanan ini, seorang guru dapat mengajar siswa di kelas yang berbeda (lokasi) meskipun guru tidak dapat melihat siswa secara langsung. Layanan ini didukung oleh adanya teknologi komputasi dan internet.
Pelaksanaan kelas virtual dalam kemampuan jaringan yang terbatas menghadapi banyak masalah. Masalah utama adalah masalah teknis seperti kapasitas jaringan terbatas. Makalah ini sedang dilakukan untuk merancang sistem evaluasi untuk kelas virtual. Sistem evaluasi dilakukan untuk mengevaluasi layanan kelas virtual dari perspektif pengguna. Sistem penilaian ini perlu dibangun agar sesuai atas sistem teknis untuk layanan kelas virtual yang telah dibuat seperti sistem pemantauan, audio-video alat uji dan sistem manajemen bandwidth. Sistem evaluasi akan dirancang dengan menggunakan metodologi SERVQUAL dan hasil dari sistem ini dapat digunakan untuk meningkatkan layanan kelas virtual dari dimensi mana sistem akan dievaluasi.
SERVQUAL merupakan skala multi-item ringkas dengan reliabilitas dan validitas yang baik yang dapat digunakan untuk lebih memahami harapan layanan dan persepsi konsumen dan, sebagai akibatnya, meningkatkan layanan. Instrumen yang telah dirancang untuk dapat diterapkan di seluruh spektrum yang luas dari layanan.
Jelas, dari perspektif Nilai Terbaik pengukuran kualitas pelayanan di sektor jasa harus mempertimbangkan harapan pelanggan rekening pelayanan serta persepsi pelayanan. Namun, jelas bahwa ada konsensus sedikit pendapat dan perselisihan banyak tentang bagaimana mengukur kualitas pelayanan. Salah satu kualitas layanan pengukuran model yang telah banyak digunakan adalah SERVQUAL tersebut. SERVQUAL sebagai pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengukur kualitas layanan telah membandingkan harapan pelanggan sebelum pertemuan layanan dan persepsi mereka terhadap layanan yang sebenarnya disampaikan. Instrumen SERVQUAL telah menjadi metode utama yang digunakan untuk mengukur persepsi konsumen terhadap kualitas layanan. Ia memiliki lima dimensi generik atau faktor dan dinyatakan sebagai berikut :
· Tangibles: fasilitas fisik, peralatan dan penampilan personil.
· Keandalan: Kemampuan untuk melakukan layanan yang dijanjikan dependably dan akurat.
· Responsif: Kesediaan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan yang cepat.
· Jaminan: (termasuk kompetensi, kredibilitas kesopanan, dan keamanan). Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menginspirasi kepercayaan dan keyakinan.
· Empati: (termasuk akses, komunikasi, memahami pelanggan). Peduli dan perhatian individual bahwa perusahaan menyediakan kepada pelanggan
Layanan kelas virtual terdiri dari dua layanan, streaming multimedia dan telepon internet. Streaming multimedia adalah suara dan transmisi gambar melalui internet (audio-video streaming). Layanan ini dapat menggunakan Video Lan Client (VLC). VLC adalah sebuah perangkat lunak open source yang berfungsi penuh untuk streaming multimedia dan pemutar multimedia. VLC adalah pemutar multimedia portabel, encoder, dan streamer mendukung berbagai jenis codec, format file dan berbagai protokol streaming. Sementara itu, internet telephony atau Voice over Internet (VoIP) teknologi Protokol adalah alternatif ke telepon konvensional (PSTN). Layanan telepon Internet menyediakan komunikasi suara melalui switching jaringan internet berbasis paket. Internet telephony trafik suara lewat dalam bentuk paket melalui jaringan IP (Internet Protocol). Melalui diskusi ini layanan dapat interaktif.
Proses yang terjadi di kelas virtual adalah tidak langsung (tidak langsung interaktif). Ada yang menjadi dua bagian ini kelas virtual, pengirim bagian dan bagian penerima. Bagian pengirim di mana guru mengajar dan direkam. File yang direkam sedang dikirim melalui jaringan langsung ke bagian penerima. Bagian penerima dimana siswa akan melihat guru dari televisi.
Sistem evaluasi untuk layanan kelas virtual diperlukan untuk memahami apa pandangan pengguna layanan ini apakah mereka puas atau tidak. Kepuasan pengguna adalah hal yang paling penting yang harus diperoleh untuk keberlanjutan dari satu layanan. Sistem ini dapat diimplementasikan di daerah pedesaan untuk mengetahui apa yang pengguna melihat untuk layanan kelas virtual yang telah diimplementasikan dan dioperasikan sebelumnya.

Darryl. (2012). Designing evaluation system for virtual class service in limited network capacity using SERVQUAL Methodology. Jurnal Sarjana Institut Teknologi Bandung bidang Teknik Elektro dan Informatika..

Minggu, 04 November 2012

Sistem Pakar untuk mendiagnosa Kepribadian Antisosial


Kali ini saya akan membahas tentang Sistem Pakar untuk mendiagnosa penyakit tertentu. Pada tugas minggu ini saya mengambil tema Anti Social atau Psikopat dan Sociopat. Apa itu kepribadian Anti Social? Penggunaan istilah psikopat dan sosiopat yang sering kita dengar digunakan untuk menunjukkan tipe orang yang kini termasuk dalam kepribadian antisosial. Sejumlah klinisi terus menggunakan istilah ini bergantian dengan kepribadian antisosial. Akar dari kata psikopat berfokus pada gagasan bahwa ada sesuatu yang tidak benar (patologis) pada fungsi psikologis individu. Sedangkan akar dari kata sosiopati berpusat pada deviasi (penyimpangan) sosial orang tersebut.

Sebelum membahas secara menyeluruh tentang kepribadian, saya akan menjelaskan pengertian dari sistem pakar terlebih dahulu. Sistem pakar (expert system) adalah system yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke computer yang dirancang untuk menyelesaikan masalah seperti layaknya seorang pakar. Dengan sistem pakar ini, orang awam pun dapat menyelesaikan masalahnya atau hanya sekedar mencari informasi berkualitas yang sebenarnya hanya dapat diperoleh dengan bantuan para ahli bidangnya. Sistem pakar ini juga dapat membantu aktivitas para pakar sebagai asisten yang mempunyai pengetahuan yang dibutuhkan.
Pada dasarnya sistem pakar diterapkan untuk mendukung aktivitas pemecahan masalah. Beberapa ativitas pemecahan yang dimaksud seperti pembuatan keputusan (decision making), pemanduan pengetahuan (knowledge fusing), pembuatan desain (designing), perencanaan (planning), prakiraan (forescating), pengaturan (regulating), pengendalian (controlling), diagnosa (diagnosing), perumusan (prescribing), penjelasan (explaining), pemberian nasihat (advising) dan pelatihan (tutoring) (Kusrini, 2006).

1.      Sejarah Sistem Pakar
Sistem pakar mulai dikembangkan pada pertengahan tahun 1960-an oleh Artificial Intelligence Corporation. Periode penelitian kecerdasan buatan ini didominasi oleh suatu keyakinan bahwa nalar yang digabung dengan komputer canggih akan prestasi pakar atau bahkan manusia super. Suatu usaha ke arah ini adalah General Purpose Problem Solver (GPS) yang dikembangkan oleh Allen Newell, John Cliff Shaw, dan Herbert Alexander Simon. GPS merupakan sebuah percobaan untuk menciptakan mesin yang cerdas.
Sistem pakar untuk melakukan diagnosa kesehatan telah dikembangkan sejak pertengahan tahun 1970 yang untuk pertama kali dibuat oleh Bruce Buchanan dan Edward Shortliffe di Standford University diberi nama MYCIN. MYCIN merupakan program interaktif yang melakukan diagnosa penyakit meningitis dan infeksi bacremia serta memberikan rekomendasi terapi antimikrobia. MYCIN mampu memberikan penjelasan atas penalarannya secara detail. Dalam uji coba, program ini mampu menunjukkan kemampuan seperti seorang spesialis.

2.      Ciri-Ciri Sistem Pakar
Adapun ciri-ciri sistem pakar seperti:
1. Mudah dimodifikasi, yaitu dengan menambah atau menghapus suatu pengetahuan dari basis pengetahuannya.
2.         Memiliki kemampuan untuk beradaptasi.
3.         Terbatas pada bidang spesifik.
4.         Output tergantung dialog dengan pengguna (user).
5.         Knowledge base dan inferensi terpisah.

3. Penjelasan Antisosial
Orang dengan gangguan kepribadian antisosial (antisocial personality disorder) secara persisten melakukan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan sering melanggar hokum. Mereka mengabikan norma dan konvensi sosial, impulsiv, serta gagal dalam membina hubungan interpersonal dan pekerjaan. Meski demikian mereka sering menunujukkan kharisma dalam penampilan luar mereka dan paling tidak memiliki intelegensi rata-rata (Cleckley, 1976).
Ciri yang paling menonjol dari mereka adalah tingkat kecemasan yang rendah ketika berhadapan dengan situasi yang mengancam dan kurangnya rasa bersalah dan menyesal atas kesalahan yang telah mereka lakukan. Hukuman biasanya hanya member sedikit dampak, bila ada, dalam perilaku mereka. Meski orang tua atau orang lain menghukum mereka untuk kesalahan yang mereka lakukan, mereka tetap menjalani kehidupan yang tidak bertanggung jawab dan impulsive. Laki-laki cenderung menerima diagnosis kepribadian antisosial daripada perempuan (Robins, Locke, & Reiger, 1991). Tingkat pravelensi untuk dalam sampel komunitas berkisar antara 3% sampai 6% pada laki-laki dan sekitar 1% untuk perempuan. Untuk mendiagnosis perilaku antisosial orang itu paling tidak harus berumur 18 tahun.

4. Perilaku Antisosial dan Kriminalitas
Kita sering cenderung berpikir bahwa perilaku antisosial sinonim dengan perilaku kriminal. Meski ada hubungan kuat antara keduanya, tidak semua kriminalis menunjukkan tanda-tanda psikopati dan tidak semua orang dengan kepribadian psikopati menjadi kriminalis (Lilienfeld & Andrews, 1996).
Para peneliti mulai memandang bahwa kepribadian psikopat terdiri dari dua dimensi yang agak terpisah. Dimensi itu antara lain :
1. Dimensi kepribadian
Dimensi ini terdiri dari trait-trait seperti kharisma yang tampak dari luar saja, seperti mementingkan diri sendiri, kurang empati, keji dan tidak aja penyesalan meski telah memanfaatkan orang lain, serta tidak menghargai perasaan dan kesejahteraan orang lain. Tipe kepribadian psikopati ini dikenakan pada orang lain yang memiliki trait psikopati namun tidak menjadi pelanggar hukum.
2. Dimensi perilaku
Dimensi ini ditandai dengan gaya hidup yang tidak stabil dan antisosial, termasuk sering berhadapan dengan masalah hokum, riwayat pekerjaan yang minim, dan hubungan yang tidak stabil (Brown & Forth, 1997; Cooke & Michie, 1997).
Kedua dimensi ini tidak sepenuhnya terpisah; banyak individu psikopati menunujukkan bukti memiliki kedua macam trait itu.
5. Ciri-ciri Diagnostik dari Gangguan Kepribadian Antisosial
a. Paling tidak berusia 18 tahun
b. Ada bukti gangguan perilaku sebelum usia 15 tahun, ditunjukkan dengan perilaku seperti membolos, kabur, memulai perkelahian fisik, menggunakan senjata, memaksa seseorang untuk melakukan aktivitas seksual, kekejaman fisik pada orang maupun binatang, merusak atau membakar bangunan secara sengaja, berbohong, mencuri, atau merampok.
c. Sejak usia 15 tahun menunjukkan kepribadian yang kurang kepedulian yang kurang dan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain, yang ditunjukkan oleh perilaku sebagai berikut:
1. Kurang patuh terhadap norma sosial dan pereturan hukum, ditunjukkan dengan perilaku melanggar hukum yang dapat maupun tidak dapat mengakibatkan penahanan, seperti merusak bangunan, terlibat dalam pekerjaan yang bertentangan dengan hokum, mencuri, atau menganiaya orang lain.
2. Agresif dan sangat mudah tersinggung saat berhubungan dengan orang lain, ditunjukkan dengan terlibat dalam perkelahian fisik dan menyerang orang lain secara berulang, mungkin penganiayaan terhadap pasangan atau anak-anak.
3. Secara konsisten tidak bertanggung jawab, ditunjukkan dengan kegagalan mempertahankan pekerjaan karena ketidakhadiran berulang kali, keterlambatan, mengabaikan kesempatan kerja atau memperpanjang periode pengangguran meski ada kesempatan kerja; dan/atau kegagalan untuk mematuhi tanggung jawab keuangan seperti gagal membiayai anak atau membayar hutang; dan/atau kurang dapat membina hubungan monogami.
4. Gagal membuat perencanaan masa depan atau impulsivitas, seperti ditunjukkan oleh perilaku berjalan-jalan tanpa pekerjaan tanpa tujuan yang jelas.
5. Tidak menghormati kebenaran, ditunjukkan dengan berulang kali berbohong, memperdaya, atau menggunakan orang lain untuk mencapai tujuan pribadi atau kesenangan.
6. Tidak menghargai keselamatan diri sendiri dan keselamatan orang lain, ditunjukkan dengan berkendara sambil mabuk atau berulang kali ngebut.
7.  Kurang penyesalan atas kesalahan yang dibuat, ditunjukkan dengan ketidakpedulian akan kesulitan yang ditimbulkan pada orang lain, dan/atau membuat alasan untuk alasan tersebut.
Ciri yang paling menonjol dari mereka adalah tingkat kecemasan yang rendah ketika berhadapan dengan situasi yang mengancam dan kurangnya rasa bersalah dan menyesal atas kesalahan yang telah mereka lakukan. Hukuman biasanya hanya member sedikit dampak, bila ada, dalam perilaku mereka. Meski orang tua atau orang lain menghukum mereka untuk kesalahan yang mereka lakukan, mereka tetap menjalani kehidupan yang tidak bertanggung jawab dan impulsive. Laki-laki cenderung menerima diagnosis kepribadian antisosial daripada perempuan (Robins, Locke, & Reiger, 1991). Tingkat pravelensi untuk dalam sampel komunitas berkisar antara 3% sampai 6% pada laki-laki dan sekitar 1% untuk perempuan. Untuk mendiagnosis perilaku antisosial orang itu paling tidak harus berumur 18 tahun.

6. Kriteria gangguan kepribadian Antisosial dalam DSM-IV TR

Pola perpasiv dalam hal tidak menghargai hak orang lain sejak berusia 15 tahun dan sekurang-kurangnya 3 karakteristik antara 1 hingga 7 ditambah 8 hingga 10 :
1.     berulang kali melanggar hukum
2.     menipu, berbohong
3.     impulsivitas
4.     mudah tersinggung dan agresif
5.     tidak memedulikan keselamatan diri sendiri dan orang lain
6.     tidak bertanggung jawab seperti terlihat dalam riwayat pekerjaan yang tidak reliabel atau tidak memenuhi tanggung jawab keuangan’
7.     kurang memiliki rasa penyesalan
8.     berusia minimal 18 tahun
9.     terdapat bukti mengenai gangguan tingkah laku sebelum berusia 15 tahun
10.  perilaku antisosial yang tidak terjadi secara eksklusif dalam episode skizofrenia atau mania

Diagnosis DSM tidak hanya mencakup pola-pola tertentu perilaku antisosial, namun juga pola-pola yang berawal pada masa kanak-kanak. Lebih dari 60% anak-anak yang mengalami gangguan tingkah laku di kemudian hari menjadi gangguan kepribadian antisosial. Diperkirakan sekitar 3% laki-laki dewasa dan 1% perempuan di Amerika memiliki kepribadian antisosial. Angka kejadiannya jauh lebih tinggi di kalangan anak-anak muda daripada di kalangan orang-orang dengan status sosioekonomi rendah. Gangguan kepribadian antisosial komorbid dengan sejumlah diagnosis lain, terutama penyalahgunaan zat.

7. Terapi gangguan kepribadian
a. Teori Dialektikal : sebuah pendekatan yang mengombinasikan empati dan penerimaan yang terpusat pada klien dengan penyelesaian masalah kognitif behavioural dan pelatihan keterampilan social diperkenalkan oleh Marsha Linehan(1987). Pendekatan yang disebutnya terapi perilaku dialektikal memiliki tiga tujuan menyeluruh bagi para individu ambang.
- mengajari mereka untuk mengubah dan mengendalikan emosi-onalitas dan perilaku ekstrem mereka
- mengajari mereka untuk menoleransi perasaan tertekan
- membantu mereka memercayai pikiran dan emosi mereka sendiri.
8. Prognosis
Jika gangguan keperibadian anti sosial berkembang, perjalan penyakitnya tidak mengalami remisi, dan puncak perilaku antisosial biasanyaterjadi pada masa remaja akhir, prognosisnya adalah bervariasi. Beberapa laporan menyatakan bahwa gejala menurun saat pasien menjadi semakin bertambah umur. Banyak pasien memiliki gangguan somatisasi dan keluahan fisik multiple. gangguan depresif, gangguan penggunaan alkohol dan penyalahgunaan zat lainnya.

9. Terapi

A.    Psikoterapi.
Jika pasien gangguan kepribadian antisosial diimbolisasi (sebagai contoh, dimasukkan di dalam rumah sakit) mereka sering kali menjadi mampu menjalani psikoterapi. Jika pasien merasa bahwa mereka berada di antara teman teman sebayanya, tidak adanya motivasi mereka untuk berubah menghilang. Kemungkinan karena hal itulahkelompok yang menolong diri sendiri adalah lebih bergua dibandingkan dipenjara dalam menghilangkan gangguan.
Sebelum terapi dimulai, batas batas yang kuat adalah penting. Ahli terapi harus menemukan suatu cara untuk menghadapi perilaku merusak diri sendiri pada pasien dan untuk mengatasi rasa takut pasien gangguan kepribadian anti sosial terhadap keintiman , ahli terapi harus menggagalkan usaha pasien untuk melarikan diri dari perjumpaan orang lain. Dalam melakukan hal itu, ahli terapi mnghadapi tantangan memisahkan kendali dari hukumandan memisahkan pertolongan dan konfrontasi dari isolasi sosial dan ganti rugi
Penghalang utama dalam pemberian treatment pada individu dengan gangguan kepribadian disebabkan individu tersebut tidak terbuka bahkan kadang disertai permusuhan (marah) kepada terapis ketika pemberian terapi. Kadang juga disertai dengan penolakan atau berhenti total dalam masa pengobatan. Keberhasilan dari terapi sangat dipengaruhi oleh motivasi dan kepatuhan pasien dalam pemberian treatment yang memang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk penyembuhannya.
Psikodinamika. Pada pendekatan ini terapis akan membicarakan kondisi pasien dan beberapa hal mengenai isu-isu mengenai kesehatan mental secara profesional, Dalam psikoterapi diharapkan pasien dapat menangani pelbagai permasalahan yang dihadapi pasien, belajar hidup secara sehat, dan bagaimana bereaksi secara tepat terhadap pelbagai problem dalam kehidupan sosial. Metode pelaksanaan dapat dilakukan secara individu, kelompok atau keluarga
Cognitive-behavior therapy (CBT). Bentuk terapi dalam CBT melibatkan pelatihan ulang terhadap pemikiran dan cara pandang terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul, termasuk di dalamanya kontrol terhadap muatan-muatan emosi dan perilaku.

Dialectical behavior therapy. Dialectical behavior therapy merupakan salah satu type dari CBT berfokus pada coping skill, dalam terapi ini individu belajar mengontrol perilaku dan emosi dengan teknik kesadaran penuh, pasien dibantu untuk mengenal pelbagai muatan emosinya tanpa perlu bereaksi (mengontrol perilakunya) Terapi ini efektif untuk penyembuhan gangguan kepribadian ambang.8

B.    Farmakoterapi.
 Farmakoterapi digunakan untuk menghadapi gejala yang diperkirakan akan timbul-seperti kecemasan, penyerangan dan depresi, tetapi, karena paseien sering sekali merupakan penyalahgunaan zat, obat harus digunakan secara bijaksana. Jika pasien menunjukkan bukti bukti adanya gagguan defisit-atensi hiperaktivitas, psikostimulan seperti methylphenidate(ritalin), mungkin digunakan. Harus dilakukan usaha untuk mengubah metabolisme katekolamin dengan obat obatan dan untuk mengendalikan prilaku impuls dengan obat antiepileptik1.
Antidepressants. Doktor menganjurkan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), seperti fluoxetine (Prozac, Sarafem), sertraline (Zoloft), citalopram (Celexa), paroxetine (Paxil), nefazodone, dan escitalopram (Lexapro), atau jenis antidepressant lainnya venlafaxine (Effexor) untuk gangguan kepribadian yang disertai dengan kecemasan dan depresi.

Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs). Jenis phenelzine (Nardil) dan tranylcypromine (Parnate).
Anticonvulsants. Jenis obat ini untuk mengurangi tingkat agresifitas dan perilaku impulsif. Jenis yang dianjurkan adalah carbamazepine (Carbatrol, Tegretol) atau asam valproik (Depakote). Selain itu juga topiramate (Topamax), jenis anticonvulsant ini dianggap lebih efektif dalam menangani permasalahan perilaku impuls yang tidak terkontrol.

Antipsychotics. Individu dengan gangguan kepribadian ambang dan schizotypal beresiko kehilangan dunia nyata, obat antipsychotic seperti risperidone (Risperdal) dan olanzapine (Zyprexa) dapat membantu menghentikan pikiran-pikiran yang menyimpang. Untuk gangguan perilaku kadang juga diberikan haloperidol (Haldol)

Obat-obat ini haruslah dibawah kontrol dokter secara ketat, pemakaian berlebihan akan memberikan beberapa efek samping seperti;
- Sedasi dan inhibisi psikomotorik
- Gangguan otonom (hipotensi, hidung tersumbat, gangguan irama jantung)
- Gangguan ekstrapiramidal (tremor, sindrom parkinson, akatisia)
- Gangguan endoktrin
- Tardive dyskinesia
- Sindrom neuroleptik maligna

Mood stabilizers. Jenis lithium (Eskalith, Lithobid). Obat ini memberikan ketenangan bila terjadi perubahan mood pada penderita gangguan kepribadian. Jenis-jenis medikasi lainnya yang mungkin diberikan oleh dokter adalah alprazolam (Xanax) dan clonazepam (Klonopin)

11.  Sistem pakar untuk mendiagnosa gangguan kepribadian Antisosial.
Sistem pakar untuk mendiagnosa gangguan kepribadaian Antisosial adalah, dengan diadakannya website yang menyediakan pelayanan secara online, yaitu dengan mendaftarkan diri terlebih dahulu serta mengisi beberapa item untuk mendiagnosa gangguan tipe kepribadian setelah itu baru diberlakukan konsultasi dengan psikolog atau psikiater jika sudah memenuhi janji dan prosedur yang tersedia.




 Sumber :
gloff, JR, antisocial_personality_disorder.2010.
http://www.nml.nih.gov/medlineplus Tanggal akses 4 November 2012.



David Bienenfeld, MD, antisocial_personality_disorder http://emedicine.medscape.com, tanggal akses 4 November 2012

NN. Gangguan Kepribadian anti social. 15 mei 2009. http// benderahitam wordpress.com, tanggal akses 4 November 2012

NN. Apa penyebab gangguan kepribadian social. http://belajarpsikologi.com tanggal akses 4 November 2012

Psikologi abnormal, edisi ke 9.